Minggu, 17 Januari 2016

Puisi petang di sungai rawas

Petang di sungai rawas


Batang-batang beranjak ramai. Orang-orang silih berganti mencuci dan mandi.
Batang-batang terhuyung, disapu perahu yang menderu. Anak-anak berterjunan menerjang ombak, melawan deras sungai, mengapung-apung di sisiku, lebur rinduku.
Seorang lelaki –dengan helai doa di mata, memandikan anaknya yang belum genap sebulan ditinggal mati ibunya.
Anak itu menatap wajahku, seolah kenal seseorang  yang telah menanam jenazah ibunya di suatu tempat yang jauh.
Matahari kian memerah saat sampan-sampan merapatkan petani pulang dengan sekeranjang sayur dan pisang untuk dijual  di seputaran desa –di sini gaji buruh kebun tak cukup mengepulkan dapur.
Kutenggelamkan tubuhku dalam sungai yang susut, seperti masa depan anak-anak desa ini yang limbung oleh kereta pesta remix, meja taruhan dan narkoba. Wajah-wajah muda yang berkarat itu kutemukan menggasing  dalam lumpur, ranting-ranting patah dan arakan sampah.
Nyalahkan lampu di kaki-kaki rumah!, pintaku. Sungguh, malam sebentar lagi singgah.
Lalu kuangkat tubuhku dari sunyi sungai. Matahari perlahan hilang, meninggalkan batang-batang yang tak pernah lelah menyimak jejak harapan, meski aku atau siapapun telah tiada.  


Muratara, 18 Oktober 2014




* Batang : MCK yang terbuat dari batang-batang pohon yang diapungkan di sungai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar